Dalam penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif (Timpe,1999). Adapun elemen-elemen kunci dalam lingkungan kerja akan mempengaruhi kerja dan produktivitas. Pada umumnya, elemen-elemen ini adalah :
1. Sifat pekerjaan itu sendiri
2. Sumber daya yang ada bagi individu
3. Individu itu sendiri
4. Umpan balik yang diterima
5. Akibat-akibat dari pelaksanaan pekerjaan itu.
Setelah para manajer mengetahui elemen-elemen kunci dalam lingkungan kerja, mereka harus memahami sifat-sifat lingkungan kerja produktif. Para karyawan akan bekerja seefektif mungkin dalam keadaan berikut ini:
- Tugas atau pekerjaan jelas, para karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
- Sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mudah diperoleh termasuk informasi.
- Individu mempunyai kapasitas, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
- Individu sering menerima umpan balik tentang seberapa baik dia bekerja dibandingkan dengan harapan-harapan kerja.
- Individu merasa puas dengan konsekuensi atau penghargaan yang mengikuti keberhasilan pelaksanaan tugas (Timpe, 1999).
Menurut Prawirosentono (1999), kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil akhir kerja karyawan yang maksimal untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan demi kemajuan dan mencapai cita-cita perusahaan tersebut.
2.2.2 Aspek-Aspek Kinerja Karyawan
Mangkunegara (2007) mengemukakan aspek-aspek standar kinerja, yaitu :
- Aspek kuantitatif meliputi:
- Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
- Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
- Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
- Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
- Aspek kualitatif meliputi:
- Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
- Tingkat kemampuan dalam bekerja.
Dalam hal ini peneliti memilih aspek-aspek standar kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2007) untuk dilakukan dalam penelitian ini yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Kemudian Mitchell (dalam Sedarmayanti, 2009), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu :
1. Kualitas kerja (Prom Quality of Work)
2. Ketepatan waktu (Promptness)
3. Inisiatif (Initiative)
4. Kemampuan (Capability)
5. Komunikasi (Communication)
Selanjutnya Mathis dan Jackson (2002) mengemukakan bahwa penilaian kinerja pegawai memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi dan keduanya bisa menjadi konflik yang potensial yaitu :
- Penggunaan Administratif
Sistem penilaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang diharapkan diterima oleh pegawai dengan produktivitas yang dihasilkan mereka. Pegawai menerima kenaikan berdasarkan bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Pimpinan berperan sebagai evaluator dari kinerja pegawai dan kemudian mengarahkan pada rekomendasi kompensasi pegawai atau keputusan lainnya. Apabila terdapat pegawai yang paling produktif tidak menerima imbalan yang lebih besar maka akan menyebabkan timbulnya persepsi adanya ketidakadilan dalam kompensasi pegawai. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk membuat keputusan promosi, pemecatan, pengurangan dan penugasan pindah tugas. Keputusan pengurangan pegawai dapat dilakukan berdasarkan penilaian kinerja dengan catatan hasil dari penilaian kinerja harus didokumentasikan dengan jelas dan memperlihatkan perbedaan-perbedaan dari kinerja seluruh pegawai. Keputusan untuk mempromosikan, memberhentikan atau membayar orang secara berbeda berdasarkan penilaian kinerja dapat dilakukan dengan catatan penilaian kinerja harus didokumentasikan untuk dijadikan pembelaan yang kritis apabila terdapat pegawai yang menuntut akan keputusan tersebut.
- Penggunaan Untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik bagi pegawai yang merupakan kunci bagi pengembangan diri pegawai dimasa mendatang. Saat pimpinan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, pimpinan dapat member tahu pegawai mengenai kemajuan mereka, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu pegawai kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan. Peran pimpinan disini adalah sebagai pembina dan tugas pembina adalah memberikan penghargaan kinerja yang baik berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan dan menunjukkan pada pegawai bagaimana caranya meningkatkan diri. Tujuan dari umpan balik pengembangan adalah untuk mengubah atau mendorong tingkah laku seseorang dan bukan membandingkan individu-individu sebagaimana dalam kasus penggunaan administratif untuk penilaian kinerja. Fungsi pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pegawai mana yang ingin berkembang. Penilaian harus dihindari adanya “like dan dislike” dari penilai agar objektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan kepegawaian dalam memberikan umpan balik kepada pegawai tentang kinerja mereka.
Selanjutnya Handoko (1988) menyatakan terdapat enam metode penilaian kinerja pegawai, yaitu:
- Rating Scale
Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan.
- Checklist
Metode ini bertujuan untuk mengurangi beban penilai dimana penilai tinggal memilih kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya adalah atasan langsung dan adanya pemberian bobot menyebabkan dapat di skor. Metode ini biasanya memberikan gambaran prestasi kerja secara akurat apabila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.
- Critical Incident Method (Metode Peristiwa Kritis)
Penilaian yang dilakukan berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut dengan peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
- Field Review Method (Metode Peninjauan Lapangan)
Metode ini bekerja sebagai berikut kepala personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja pegawai, kemudian informasi tersebut disampaikan kepada para peninjau lapangan yang digunakan untuk mempersiapkan evaluasi kinerja pegawai. Selanjutnya hasil evaluasi dari peninjau lapangan diserahkan kepada kepala personalia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan pegawai yang dinilai. Kepala personalia dapat mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan organisasi.
- Tes dan Observasi Prestasi Kerja
Metode ini dilakukan apabila jumlah pegawai terbatas dan penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes tersebut dapat dalam bentuk tertulis maupun peragaan keterampilan.
- Method Ranking
Penilai membandingkan satu pegawai dengan pegawai yang lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan dari metode ini adalah adanya kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subjek kesalahan kesan terakhir dan hallo effect. Kebaikan dari metode ini adalah penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif diantara para pegawai meskipun kelemahan berupa subjek kesalahan kesan terakhir dan hallo effect masih ada.
Robbins (1996) menyatakan bahwa hakikat penilaian terhadap individu merupakan hasil kerja yang diharapkan berupa sesuatu yang optimal. Penilaian kinerja tersebut mencakup:
1) Kerjasama
2) Kepemimpinan
3) Kualitas pekerjaan
4) Kemampuan teknis
5) Insiatif
6) Semangat
7) Daya tahan/kehandalan
8) Kuantitas pekerjaan.
Berhasil atau tidaknya organisasi dalam pencapaian hasil dengan pendekatan akuntabilitas tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari pegawai secara individual maupun secara kelompok, dengan asumsi bahwa semakin baik kinerja pegawai maka diharapkan kinerja organisasi akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Flippo (1984) yang menyatakan bahwa “seseorang agar mencapai kinerja yang tinggi tergantung pada kerjasama, kepribadian, kepandaian yang beraneka ragam, kepemimpinan, keselamatan, pengetahuan pekerjaan, kehadiran, kesetiaan, ketangguhan dan inisiatif”. Kerjasama artinya kerjasama antar karyawan yang ada dalam organisasi tersebut dalam rangka melaksanakan tugas dan pekerjaannya, baik kerjasama antara atasan dan bawahan maupun kerjasama antar bawahan. Kepribadian dari para karyawan sangat menentukan baik buruknya hasil kerja. Karyawan yang mempunyai kepribadian yang baik tentunya akan mempunyai kinerja yang optimal. Kepandaian akan menjadikan seorang karyawan cepat dan tepat dalam melakukan tugas dan pekerjaannya, baik kepandaian itu berasal dari pendidikan ataupun dari pengalaman.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kinerja karyawan adalah aspek kualitatif, aspek kuantitatif, ketepatan waktu, insitatif, kemampuan dan komunikasi.
2.2.3 Indikator Kinerja Karyawan
Untuk mengetahui hasil dari kerja karyawan diperlukan suatu pengukuran kinerja karyawan. Pengukuran kinerja ini diperlukan agar setiap hasil kerja yang dilakukan dapat dipantau untuk mencapai tujuan dari organisasi. Dharma (2003) mengemukakan bahwa hampir seluruh cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Kuantitas yaitu jumlah yang diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan.
- Kualitas yaitu mutu yang harus diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan , yaitu seberapa baik penyelesaiannya.
- Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.
Sedangkan Sulistiyani (2003) mengemukakan ada lima hal yang dapat dijadikan indikator kinerja pegawai antara lain:
- Kualitas, yaitu menyangkut kesesuaian hasil dengan yang diinginkan.
- Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan baik dalam nilai uang, jumlah unit atau jumlah lingkaran aktifitas.
- Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan standar yang ditetapkan organisasi pelaksanaan kerja dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan
- Kehadiran, yaitu jumlah kegiatan yang dihadiri pegawai dalam masa kerja organisasi
- Dampak interpersonal, yaitu menyangkut peningkatan harga diri, hubungan baik dan kerja sama diantara teman kerja maupun kepada bawahan dan atasan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja karyawan adalah kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, kehadiran dan dampak interpersonal.
2.2.4 Kriteria Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2002) kinerja karyawan dikatakan baik dapat dinilai dari beberapa hal yaitu:
- Kesetiaan
Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan prilaku pegawai yang bersangkutan dalam kegiatannya sehari-hari serta dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiannya karyawan terhadap organisasi sangat berhubungan dengan pengabdiannya.
- Prestasi Kerja
Kinerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seseorang karyawan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan karyawan dalam bekerja.
- Kedisiplinan
Kesanggupan karyawan untuk mentaati segala ketetapan, peraturan organisasi yang diberikan oleh yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar aturan baik tertulis maupun lisan.
- Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan dan mengeluarkan potensi atau ide-ide yang ada dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan ataupun permasalahan dalam suatu organisasi.
- Kerja sama
Kemampuan seorang pegawai untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan berhasil guna yang sebesar-besarnya.
- Kecakapan
Keterampilan karyawan dalam menyelesaiakan tugas pekerjaannya dilihat dari pelaksanaan kerjanya sesuai dengan hasil yang dicapai.
- Tanggung-jawab
Kesanggupan seorang karyawan dalam menyelasaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukan serta penanggung-jawaban fasilitas yang ada.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan untuk mengetahui kriteria kinerja karyawan agar dapat di ukur ada tiga yaitu: kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu. Selain hal itu juga diperlukan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan dan harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan karyawan tersebut.
2.2.5 Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja karyawan memiliki tujuan dan manfaatnya. Hal ini dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009) bahwa terdapat tujuh tujuan dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.
- Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
- Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
- Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.
- Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian, khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.
- Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan/pegawainya sehingga dapat lebih memotivasi pegawai.
- Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa tujuan penilaian kinerja karyawan adalah mengetahui keterampilan dan kemampuan, perencanaan, pengembangan dan pendayagunaan, hubungan timbal balik karyawan serta mengetahui kondisi organisasi.
2.2.6 Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Notoatmodjo (2003) mengemukakan manfaat penilaian kinerja dalam suatu organisasi adalah:
- Peningkatan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian kinerja, baik pimpinan maupun pegawai memperoleh umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya.
- Kesempatan kerja yang adil
Dengan adanya penilaian kerja yang akurat akan menjamin setiap pegawai akan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
- Kebutuhan-kebutuhan pelatihan pengembangan
Melalui penilaian kinerja akan dideteksi pegawai-pegawai yang kemampuannya rendah, dan kemudian memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai tersebut.
- Penyesuaian kompensasi
Penilaian kinerja dapat membantu para pimpinan untuk mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus.
- Keputusan-keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja terhadap pegawai dapat digunakan untuk mengambil keputusan mempromosikan pegawai yang berprestasi baik dan demosi untuk pegawai yang berprestasi jelek.
- Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai desain kerja. Artinya hasil penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan desain kerja.
- Penyimpangan-penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai proses rekrutmen dan seleksi pegawai yang telah lalu. Kinerja yang sangat rendah bagi pegawai baru adalah mencerminkan adanya penyimpangan-penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat penilaian kinerja karyawan adalah peningkatan prestasi kerja, kesempatan kerja yang adil, pelatihan pengembangan, kompensasi, promosi dan demosi, desain pekerjaan serta proses rekrutmen dan seleksi.
2.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As’ad, 2001), yaitu : individu dan situasi kerja.
Bonner dan Sprinkle (dalam Nadhiroh, 2010) menyatakan bahwa ada tiga variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: variabel orang, variabel tugas dan variabel lingkungan. Variabel orang termasuk atribut yang dimiliki seseorang sebelum melakukan tugas seperti konten pengetahuan, pengetahuan organisasi, kemampuan, kepercayaan diri, gaya kognitif, motivasi intrinsik, nilai-nilai budaya. Variabel tugas termasuk faktor-faktor yang bervariasi baik di dalam maupun di luar tugas, seperti kompleksitas, format presentasi, pengolahan dan respon modus siaga. Sementara itu, variabel lingkungan meliputi semua kondisi, keadaan, dan pengaruh di sekitar orang yang melakukan tugas tertentu, seperti tekanan waktu, akuntabilitas, tujuan yang telah ditetapkan dan umpan balik.
Sedangkan Gibson ( 2002) menyebutkan ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
- Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan, mental dan fisik, latar belakang yang terdiri keluarga, tingkat sosial, penggajian serta demografis yang terdiri umur, asal-usul, jenis kelamin.
- Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan.
- Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi
Sementara itu, Timpe (1999) menyatakan faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja, adalah:
- Kinerja baik dipengaruhi oleh dua faktor :
- Internal (pribadi) yaitu : kemampuan tinggi dan kerja keras.
- Eksternal (lingkungan) yaitu : pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan – rekan, pemimpin yang baik.
- Kinerja jelek dipengaruhi dua faktor :
- Internal (pribadi) yaitu : kemampuan rendah dan upaya sedikit
- Eksternal (lingkungan) yaitu : pekerjaan sulit, nasib buruk, rekan - rekan kerja tidak produktif, pemimpin yang tidak simpatik.
Kemudian Simanjuntak (2005) menyatakan kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
- Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu:
- Kemampuan dan Keterampilan Kerja
Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya.
- Motivasi dan etos kerja
Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
- Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung dari dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja serta kondisi dan syarat kerja. Pengorganisasian dimaksudkan untuk memberi kejelasan bagi setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut. Penggunaan peralatan dan teknologi maju sekarang ini bukan saja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja tetapi juga untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kerja. Kondisi kerja mencakup kenyamanan lingkungan kerja, aspek keselamatan dan kesehatan kerja, syarat-syarat kerja, sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta keamanan dan keharmonisan hubungan industrial. Hal-hal tersebut mempengaruhi kenyamanan untuk melakukan tugas yang lebih lanjut mempengaruhi kinerja setiap orang. Program keselamatan dan kesehatan kerja perlu ditingkatkan bukan saja untuk menghindari kecelakaan kerja, kerusakan alat dan gangguan produksi, akan tetapi juga untuk meningkatkan kinerja karyawan atau pekerja.
- Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal. Dalam rangka pengembangan kompetensi pekerja, manajemen dapat melakukan antara lain :
- Mengidentifikasi dan mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan, keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja.
- Mendorong pekerja untuk terus belajar meningkatkan wawasan dan pengetahuannya.
- Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada pekerja untuk belajar, baik secara pribadi maupun melalui pendidikan dan pelatihan yang dirancang dan diprogramkan.
- Membantu setiap orang yang menghadapi kesulitan dalam melakukan tugas, misalnya dengan memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan atau pendidikan.