KPK vs POLRI, Benarkah? KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan satu diantara beberapa lembaga penegakan hukum di Indonesia. Lembaga ini didirikan pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang bertujuan untuk mencegah terjadinya korupsi, memberantas atau menangani setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi, suap dan gratifikasi. Pada tanggal 12/01/2015, KPK menetapkan Komjen. Pol. Budi Gunawan sebagai tersangka atas dugaan suap dan gratfikasi saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Polri tahun 2003-2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian RI. Penetapan ini dilakukan sehari sebelum Komjen. Pol. Budi Gunawan mengikuti uji kelayakan di DPR RI sebagai calon Kapolri yang diajukan Presiden RI Bapak Ir. Joko Widodo menggantikan Jend.Pol. Sutarman yang diberhentikan dengan hormat.
Dihadapan rapat Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, Komjen. Pol. Budi Gunawan menjelaskan terkait dirinya yang dinyatakan sebagai tersangka bahwa "hasil penyelidikan Bareskrim Polri atas kasus dugaan rekening gendut pada tahun 2010, dengan hasil sebagai transaksi yang wajar dan tidak ada tindakan melawan hukum serta tidak ada kerugian negara sehingga transaksi tersebut legal dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum". Sementara itu, Ketua KPK (Abraham Samad) menyatakan bahwa KPK memastikan penahanan Komjen. Pol. Budi Gunawan. Penentuan penahanan terhadap seorang tersangka sudah bisa ditahan atau tidak, ada mekanisme hukumnya. Prosedur di KPK terkait penahanan apabila tersangka ditahan bila pemberkasannya sudah rampung 50 persen.
Selang beberapa hari, Mabes Polri menangkap Bambang Widjojanto yang menjabat sebagai Wakil Ketua KPK terkait atas dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada Kota Waringin Barat pada tahun 2010 yang juga melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Penangkapan Bambang Widjojanto dilakukan pada saat mengantar anaknya kesekolah yang dilakukan petugas Mabes Polri dan langsung dibawa ke Mabes Polri untuk dilakukan pemeriksaan. Menurut ajudan Bambang Widjojanto, penangkapan terjadi sekitar pukul 7.30 Wib di jalan di kawasan Depok, Jawa Barat.
Dari fenomena hukum di atas menimbulkan reaksi yang beragam dan mengeluarkan pendapatnya masing-masing baik dari masyarakat atau pejabat yang berkompeten. Sebagai contoh yang diungkapkan Johan Budi selaku juru bicara KPK dan menjabat Deputi Bidang Pencegahan KPK mengatakan bahwa kasus yang menimpa Bambang Widjojanto merupakan masalah pribadi Bambang Widjojanto yang terjadi pada tahun 2010 sebelum menjabat Wakil Ketua KPK. Hal senada juga dinyatakan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen. Pol. Ronny F. Sompie bahwa hal tersebut tidak terkait dengan lembaga KPK. Dengan kata lain bahwa antara KPK dan Polri masih terjalin hubungan baik dalam penegakan hukum di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, timbul pertanyaan : "Apakah memang benar demikian ?". Untuk mengetahui lebih lanjut, mari kita mengulas dan menganalisa dari statement para pejabat yang berkompeten terkait fenomena hukum tersebut.
Pendapat dari mantan Waka Polri Komjen. Pol. (Purn) Oegroseno mengatakan bahwa "langkah yang diambil Kabareskrim Polri Komjen. Pol. Budi Waseso telah merusak etika penegakan hukum". Proses hukum terhadap Bambang Widjojanto terkesan liar lantaran tidak dikoordinasikan dengan pelaksana tugas Kapolri yang dijabat Komjen. Pol. Badrodin Haiti. Komjen. Pol. Budi Waseso menggerakkan perangkat penyidikan tanpa melaporkan rencana penangkapan tersebut kepada Komjen. Pol. Badrodin Haiti selaku pelaksana tugas Kapolri. Kemudian dari sisi hukum, penyelidikan kasus terkesan janggal karena sudah ditutup lalu dikembangkan lagi setelah menerima laporan ulang kasus. Pelapor yang sudah mencabut dan saksi yang di pangkalan Bun juga mengaku tidak ada masalah. Penyesalan juga disampaikan sehubungan karena penangkapan di depan anak kandungnya sehingga penahanan tersebut bertolak belakang dengan institusi Polri yang sejak lama menggaungkan konsep polisi cinta anak". Mantan Waka Polri Komjen Pol. (Purn) Oegroseno juga menuturkan bahwa sumber dari permasalahan tersebut berasal dari Komjen. Pol. Budi Gunawan dan Komjen. Pol. Budi Waseso untuk tujuan politis. Selanjutnya dari pendapat Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa cara penangkapan Bambang Widjojanto di ruang publik yang dilakukan Bareskrim Polri saat mengantar anak kesekolah kurang tepat dan tidak etis. Polemik dua institusi penegak hukum tersebut justru dapat memicu keresahan dikalangan masyarakat.
Dari kedua pendapat di atas, tampak bahwa apa yang dilakukan Mabes Polri memiliki dampak negatif. Penilaian-penilaian yang diberikan masyarakat Indonesia terhadap Polri menyudutkan Polri karena kinerjanya tidak sesuai norma-norma hukum di Indonesia dan terindikasi adanya ajang balas dendam karena penetapan Komjen. Pol. Budi Gunawan sebagai tersangka. Walaupun dari statement Kadiv Humas Mabes Polri Bapak Irjen. Pol Ronny F. Sompie mengatakan penetapan Bambang Widjojanto telah sesuai dengan hukum yang berlaku dengan tiga alat bukti sah yaitu dokumen-dokumen, saksi lebih dari dua dan keteragan dua ahli sehingga BW dapat dijadikan tersangka atas pengaduan masyarakat yang terjadi pada tahun 2010, namun masyarakat tidak begitu percaya saja dari yang disampaikan. Kemudian dirunut lebih mendalam ternyata diketahui bahwa hal tersebut sudah pernah dilaporkan dan kasusnyapun telah dicabut. Kemudian melihat dari KUHAP, apakah hal tersebut telah sesuai dengan hukum yang berlaku ? Apakah fenomena hukum tersebut merupakan pengaduan atau bagaimana ? Yang dapat menjawab pertanyaan ini hanyalah pakar hukum. Namun menilik dari reaksi masyarakat luas termasuk para tokoh-tokoh di Indonesia dapat diketahui bahwa adanya dugaan KPK vs POLRI memang terjadi.
SEMOGA SAJA TIDAK DEMIKIAN.
0 komentar:
Posting Komentar